Tatapan Penuh Cinta

01 November 2007 |

Pernahkah anda menatap orang-orang terdekat anda
saat ia sedang tidur?

Kalau belum, cobalah sekali saja menatap mereka saat sedang tidur.
Saat itu yang tampak adalah ekspresi paling wajar
dan paling jujur dari seseorang.

Seorang artis yang ketika di panggung begitu cantik
dan gemerlap pun bisa jadi akan tampak polos
dan jauh berbeda jika ia sedang tidur.
Orang paling kejam di dunia pun jika ia sudah tidur
tak akan tampak wajah bengisnya.

Perhatikanlah ayah anda saat beliau sedang tidur.
Sadarilah, betapa badan yang dulu kekar dan gagah itu
kini semakin tua dan ringkih,
betapa rambut-rambut putih mulai menghiasi kepalanya,
betapa kerut merut mulai terpahat di wajahnya.
Orang inilah yang tiap hari bekerja keras
untuk kesejahteraan kita, anak-anaknya.
Orang inilah, rela melakukan apa saja
asal perut kita kenyang dan pendidikan kita lancar.

Sekarang, beralihlah.
Lihatlah ibu anda.
Hmm...kulitnya mulai keriput dan
tangan yang dulu halus membelai-belai tubuh bayi kita itu
kini kasar karena tempaan hidup yang keras.
Orang inilah yang tiap hari mengurus kebutuhan kita.
Orang inilah yang paling rajin mengingatkan
dan mengomeli kita semata-mata karena rasa kasih dan sayang,
dan sayangnya, itu sering kita salah artikan.

Cobalah menatap wajah orang-orang tercinta itu :
Ayah, Ibu, Suami, Istri, Kakak, Adik, Anak, Sahabat, Semuanya.

Rasakanlah sensasi yang timbul sesudahnya.
Rasakanlah energi cinta yang mengalir pelan-pelan saat
menatap wajah lugu yang terlelap itu.

Rasakanlah getaran cinta
yang mengalir deras ketika mengingat
betapa banyaknya pengorbanan yang telah
dilakukan orang-orang itu untuk kebahagiaan anda.

Pengorbanan yang kadang
tertutupi oleh kesalah pahaman kecil
yang entah kenapa selau saja nampak besar.

Secara ajaib Allah mengatur agar pengorbanan itu
bisa tampak lagi melalui wajah-wajah jujur mereka saat sedang tidur.

Pengorbanan yang kadang melelahkan
namun enggan mereka ungkapkan.

Dan ekspresi wajah ketika tidur pun mengungkap segalanya.
Tanpa kata, tanpa suara dia berkata :
"betapa lelahnya aku hari ini".
Dan penyebab lelah itu?
Untuk siapa dia berlelah-lelah? Tak lain adalah kita.

Suami yang bekerja keras mencari nafkah,
istri yang bekerja keras mengurus
dan mendidik anak, juga rumah.
Kakak, adik, anak, dan sahabat
yang telah melewatkan hari-hari suka dan duka bersama kita.

Resapilah kenangan-kenangan manis
dan pahit yang pernah terjadi dengan menatap wajah-wajah mereka.
Rasakanlah betapa kebahagiaan dan keharuan
seketika membuncah jika mengingat itu semua.

Bayangkanlah apa yang akan terjadi
jika esok hari mereka "orang-orang terkasih itu"
tak lagi membuka matanya, selamanya .....

0 komentar: